Permainan Simulasi dalam Bimbingan Konseling

PERMAINAN SIMULASI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Bimbingan dan Konseling
Dosen Pembimbing: Ulfah, M.Pd.
Prodi: Bimbingan Konseling Islam (BKI)



Di susun oleh: kelompok 6

NUR ASMA                                       16.3200.008
NOVIANA SUSANTI                       16.3200.012
ANDINI NIDIA PUTRI                    16.3200.013
JUNIAR BURSAL                            16.3200.014




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PARE-PARE



PERMAINAN SIMULASI
A.    Pengertian dan Ciri-Ciri Permainan Simulasi
Secara umum dapat diartikan bahwa bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan dan masyarakat merupakan dua hal yang berkembang bersama-sama. Permainan dilakukan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Dengan bermain anak-anak dapat mengenal lingkungannya, badannya, belajar tentang aturan-aturan masyarakat, menirukan dan menemukan pikiran-pikiran dan hubungan-hubungan yang berarti. Dengan cara ini anak-anak dapat belajar berbagai macam pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk dapat bergaul dan hidup di masyarakat. Jadi permainan dapat disebut sebagai alat untuk mengembangkan pengenalan terhadap lingkungan. Dengan demikian, bermain merupakan cara belajar yang menyenangkan, karena dengan bermain anak-anak belajar sesuatu tanpa mempelajarinya. Apa yang dipelajari ini disimpan dalam pikirannya, dan akan dipadukan menjadi satu kesatuan dengan pengalaman-pengalaman lain yang kadang-kadang tanpa disadarinya.
Permainan simulasi seperti juga permainan yang lain mempunyai batas waktu dan aturan-aturan tertentu yang agak membatasi kebebasan pemain. Menurut Adams (1973) permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya. Tetapi situasi itu hampir selalu dimodifikasi, apakah dibuat lebih sederhana, atau diambil sebagian, atau dikeluarkan dari konteksnya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa situasi yang disimulasikan hendaknya tidak terlalu kompleks dan tidak terlalu sederhana. Apabila terlalu kompleks para pemain menjadi kurang berani memainkannya, sebaliknya apabila terlalu mudah mereka akan cepat bosan. Meskipun demikian, permainan simulasi tetap dapat menyediakan suatu gambaran kehidupan dan kenyataan yang berarti.
Permainan simulasi dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya membantu siswa untuk mempelajari pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan aturan-aturan sosial. Dalam hal ini peserta permainan dapat memerankan peran yang sama sekali asing baginya. Permainan simulasi hampir sama dengan permainan peranan tetapi dalam permainan simulasi kadang-kadang pemain menghalangi pemain lainnya.
Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik bermain peranan dengan teknik diskusi. Dalam permainan simulasi para pemainnya berkelompok dan berkompetisi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan bersama. Dalam permainan tersebut para pemain harus berperanan dan berperilaku seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam situasi kehidupan yang sebenarnya. Jumlah pemain dalam permainan simulasi terbatas, dan lama permainannya juga terbatas. Selain itu permainan simulasi membutuhkan tempat dan peralatan tertentu.
Topik-topik permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan latar belakang lingkungan anak, dengan demikian mereka tidak merasa melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai. Permainan simulasi cocok dipakai untuk memotivasi anak belajar, terutama bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik. Permainan simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep dan menanamkan pengertian tentang sesuatu hal, juga mempunyai kekuatan untuk membangkitkan minat dan perhatian anak.
Penggunaan teknik permainan simulasi baik untuk kepentingan pengajaran maupun bimbingan didasarkan pada pikiran bahwa belajar secara berarti dapat terjadi apabila si belajar menyatu dan akrab dengan lingkungan belajarnya. Belajar yang berlangsung dalam situasi demikian disebut belajar aktif. Dalam konteks ini anak belajar dari pengalamannya dengan lingkungan belajarnya dan mengintegrasikan apa yang dipelajarinya dengan apa yang sudah ada pada dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dengan cara demikian akan lebih dapat meresap dan terus mengalir seperti sungai, yaitu menemukan hal-hal baru yang dikombinasikan dengan yang lama. Belajar aktif itu sendiri mengacu pada belajar yang terjadi pada saat materi yang dipelajari anak diragakan sebelum diasimilasikan dengan yang lama. Meskipun kegiatan belajar seperti itu memakan banyak waktu, tetapi si belajar mendapatkan perasaan puas karena berpartisipasi dengan aktif dalam proses permainan. Belajar dengan cara simulasi sama seperti belajar dalam kehidupan yang sebenarnya.
B.       Cara Membuat Permainan Simulasi
Untuk membuat permainan simulasi dapat diikuti langkah-langkah sebagai beriktu:
  1. Meneliti masalah yang banyak dialami anak, terutama yang menyangkut bidang pendidikan dan sosial.
  2. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan permasalahan itu. Dalam melakukan hal ini anggota kelompok atau siswa supaya diikutsertakan.
  3. Membuat daftar sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membantu menyelesaikan topik yang akan digarap,misalnya alat-alatyang diperlukan, buku sumber, dan waktu yang sesuai untuk mengerjakan tugas antara konselor dan siswa.
  4. Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitannya dengan kehidupan siswa. Pelajari struktur situasi tersebut, dan aturan-aturan yang mengatur perilaku mana yang dibolehkan dan perilaku mana yang tak boleh dilakukan.
  5. Membuat model atau scenario dari situasi yang sudah dipilih. Misalnya topic yang dipilih adalah “Perbedaan nilai-nilai individu dengan nilai-nilai masyarakat”. Masing-masing aspek nilai masyarakat dan nilai individu diidentifikasi dan dijabarkan dalam bentuk perilaku: mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Selanjutnya masing-masing aspek dijabarkan dalam bentuk pesan yang operasional dan ditulis dalam “kartu pesan”, baik di atas beberan permainan maupun dalam kartu terpisah. Jumlah pesan yang dibuat disesuaikan dengan jumlah waktu permainan yang direncanakan. Untuk permainan yang akan dimainkan selama 45 menit dapat dibuat 10-12 pesan termasuk pesan yang ditulis dalam kartu terpisah. Isi masing-masing pesan harus disesuaikan dengan keadaan dan kejadian yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.
  6. Identifikasi siapa saja dan berapa orang yang akan terlibat dalam permainan tersebut. Pemegang peran apa saja yang diperlukan dan apa peran masing-masing. Apakah pemain bermain dalam satu kelompok atau lebih dari satu kelompok.
  7. Membuat alat-alat permainan simulasi, misalnya beberan, kartu-kartu pesan, kartu-kartu yang berisi kegiatan yang harus dilakukan untuk mengisi kegiatan selingan, dan sebagainya.
Setelah semua langkah tersebut dikerjakan, pemimpin kelompok bersama-sama dengan anggota kelompok membuat aturan-aturan dasar dalam memainkan permainan simulasi tersebut. Setelah semuanya selesai, permainan dicoba untuk dimainkan, untuk melihat apakah pesan-pesan yang sudah dibuat cukup komunikatif dan dapat dipahami oleh orang lain. Pesan-pesan yang tidak jelas kemudian diperbaiki dan dicobakan kembali.
Setelah pesan-pesan yang tidak jelas diperbaiki, maka pesan-pesan itu sebagian dituliskan dalam lembaran permainan dan sebagian ditulis dalam kartu-kartu tersendiri. Keseluruhan perlengkapan permainan simulasi yang siap dimainkan terdiri dari:
  1. Lembaran permainan, yang memuat pesan-pesan dan gambar-gambar yang sesuai dengan topik-topik permainan.
  2. Kartu-kartu pesan, yang berisi pesan-pesan yang tidak dipaparkan dalam lembaran permainan. Kartu-kartu ini dapat diberi tanda khusus, misalnya bintang, bendera merah putih, gambar buah-buahan atau gambar lain.
  3. Alat penentu langkah, dapat berupa dadu, kubus yang bertuliskan angka 1,2,3,4,5 atau kartu-kartu yang berisi angka 1-6,atau gulungan kertas (lot) yang bertuliskan 1-6.
  4. Tanda untuk bermain bagi masing-masing pemain, dapat berupa segi empat dari kertas manila, atau benda-benda lain misalnya kancing baju, uang logam, dan lain-lain.

C.       Cara Melaksanakan Permainan Simulasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memainkan permainan simulasi adalah menentukan peserta permainan. Peserta permainan adalah mereka yang terlibat dalam permainan simulasi yang terdiri dari:
  1. Fasilitator, yaitu individu yang bertugas memimpin permainan simulasi. Tugas fasilitator adalah: menjelaskan tujuan permainan, mendorong pemain dan penonton untuk aktif ikut berdiskusi, membantu memecahkan masalah yang timbul selama permainan, menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh peserta lain, mengarahkan diskusi, dan member tugas penulis untuk mencatat hasildiskusi dan melaporkan hasilnya.
  2. Penulis, bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama permainan berlangsung.
  3. Pemain, yaitu individu-individu yang memegang tanda bermain dan menjawab dan mendiskusikan pesan-pesan permainan simulasi.
  4. Pemegang peran, yaitu individu-individu yang berperan sebagai orang-orang atau tokoh yang ada dalam skenario permainan, misalnya guru, kepala sekolah, orang tua, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Tugas pemegang peran adalah memberikan pendapat pada masalah yang menyangkut bidangnya untuk memperjelas informasi.
  5. Penonton, yaitu mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, dan ikut berdiskusi.
Setelah peserta permainan ditentukan, permainan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menyediakan alat permainan beserta kelengkapannya.
  2. Fasilitator menjelaskan tujuan permainan. Dalam kegiatan bimbingan kelompok yang menjadi fasilitator adalah konselor, guru atau wali kelas.
  3. Menentukan pemain, pemegang peran, dan penulis.
  4. Menjelaskan aturan permainan.
  5. Bermain dan berdiskusi.
  6. Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai, dan mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan pada saat itu.
  7. Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain berikutnya.
Topik-topik permainan simulasi dapat diangkat dari buku paket Bimbingan Karir, atau dari kreativitas konselor atau guru berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kebutuhan siswa. Pesan-pesannya dijabarkan dari elemen-elemen positif dan negative yang diidentifikasi dari masing-masing topik.
D.      Jenis-jenis permainan
Jenis permainan dilihat dari jumlahnya, menurut piaget (Moeslichatun,1999) dapat dikelompokan dalam bermain sendiri (soliteir play) seperti anak perempuan berbicara dengan bonekanya, anak laki-laki bermain dengan miniature mobilnya, sampai bermain secara kooperatif (cooperative play) yang menunjukkan adanya perkembangan social anak. Pendapat ini sejalan dengan Gordan & Browne (Moeslichatun, 1999) yang menjelaskan bahwa kegiatan bermain ditinjau dari dimensi perkembangan sosialnya, digolongkan menjadi empat bentuk yaitu:
1. Bermain soliter
Bermain sendiri atau tanpa dibantu oleh orang lain. Para peneliti menganggap permainan soliter mempunyai fungsi yang sangat penting, karena setiap kegiatan bermain sejenis ini, 50% akan menyangkut kegiatan edukatif dan 25% menyangkut kegiatan otot.
2. Bermain parallel
Bermain parallel yaitu bermain sendiri namun berdampingan. Jadi tidak ada interaksi anak satu dengan yang lain. Selama bermain, anak sering menirukan apa yang dilakukan oleh temannya. Dengan meniru anak belajar tema bermain yang dimiliki anak lain.
3. Bermain asosiatif
Bermain asosiatif terjadi bila anak bermain bersama dalam kelompoknya, seperti bermain bola bersama.
4. Bermain kooperatif
Bermain kooperatif bila anak-anak mulai aktif menggalang teman untuk membicarakan, merencanakan, dan melaksanakan permainan.
Lebih spesifik lagi, Kathleen Stassen Berger (Mayke,2005) menjelaskan bahwa kegiatan bermain pada seorang anak dibedakan menjadi:
a)    Sensoris motor play
Pada sensoris motor play, kegiatan bermain mengandalakn indra dan gerakan tubuh. Kegiatan ini dilakukan anak pada masa bayi sampai usia pra sekolah. Pada saat bayi, misalkan merasakan sesuatu dalam mulutnya, mendengarkan suara, pada masa pra sekolah misalnya saat bermain bentuk dari plastisin atau tanah liat, playdough juga bermain pasir.
b)    Mastery play
Adalah kegiatan bermain untuk menguasai keterampilan tertentu dengan melalui pengulangan-pengulangan.
c)     Rough and Tumble play
Bentuk permainan rough and tumble play yaitu bermain kasar, seperti bergulatan, saling mendorong, pura-pura menjegal atau pura-pura memukul. Kegiatan ini umumnya dilakukan diantara anak yang sudah saling mengenal.
d)   Social play
Dalam social play ditandai dengan bermain bersama, yang didalamnya ada interaksi didalam kelompok, peserta dalam kelompok mampu melibatkan diri dalam kerjasama dan ikut bermain.
e)    Dramatic play
Mulai muncul sejalan dengan kemampuan anak untuk berfikir simbolik. Pada umumnya anak bermain peran (dramatic play) seperti bermain ibu-ibuan, sekolah-sekolahan, pasar-pasaran.
E.       Fungsi Permainan Simulasi
Salah satu Permainan Simulasi adalah mengeluarkan energy sebagai pelampiasan tenaga dan katarsis. Sebagaimana Freud (Strachey,1962; Rusmana,2009) menekankan konsep tentang katarsis sebagai hal yang sentral dalam bermain. Katarsis melibatkan pelepasan energy, emosional dan psikis yang tertahan. Freud berteori bahwa proses fundamental dari perkembangan kepribadian adalah rintangan dan represi dorongan dasar, dikeluarkan dalam cara-cara yang dapat diterima secara ssosial.
Vygotsky (kerri lee,2006) dikenal sebgai tokoh kognitif, menyebut bahwa fungsi permainan adalah: (1) menciptakan zone of proximal development (ZPD) anak yakin wilayah yang menghubungkan antara kemampuan actual dengan kemampuan potensial anak; (2) bermain memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi; (3) bermain mengembangkan penguasaan diri.
  1. Hal yang perlu diperhatikan pada permainan dalam bimbingan dan konseling
  2. Pra permainan
Sebelum berlansungnya aktifitas permainan, sebaiknya mempersiapkan:
  1. Maksud dan tujuan yang akan dicapai dalam permainan, hal ini dituankan dalam satuan layanan bimbingan dan konseling.
  2. Alat atau bahan yang akan dipakai
  3. Kondisi tempat atau ruangan yang akan dipakai
  4. Kondisi peserta yang akan melakukan permainan
  5. Jenis permainan yang akan diberikan
  6. Pembentukan kelompok
  7. Proses permainan
Ketika sedang berlangsung permainan, maka sebagai guru bimbingan dan konseling perlu memperhatikan:
  1. Reaksi dan respon dari setiap peserta dengan mengobservasi seluruh gerakan tubuh (general oppearance), bahasa tubuh (body language) dll.
  2. Hubungan dengan peserta lain dengan mengobservasi proses komunikasi dan sosialisasi antar peserta.
  3. Ketersediaan waktu
  4. Durasi waktu permainan hendaknya diperhitungkan agar tujuan evaluasi, refleksi dan poin belajar yang diharapkan dapat tercapai.
  5. Diakhiri kegiatan permainan.
  6. Pasca permainan
Penting sekali hasil observasi ketika proses permainan dijadikan bahan data untuk layanan kegiatan bimbingan dan konseling selanjutnya.








Bottom of Form


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Agama dan Kebudayaan

Makalah Tabarruj dalam Islam