Makalah Tabarruj dalam Islam

TABARRUJ




OLEH: kelompok 12

NUR ASMA                  16.3200.008
MIFTAKUL AMIN        15.3200.069


PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAREPARE
2017



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tabarruj.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalahl ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki poposal ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

                                                                        Parepare, 16 Juni 2017   

            kelompok 12      













Ajaran Islam bukannya hanya mengatur hubungan vertikal manusia (hablum minallah), tetapi juga hubungan horizontal dengan sesamanya (hablum minannas). Karena itulah antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna, Islam mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana cara makan, minum, tidur, sampai bagaimana cara mengabdi kepada sang khalik.
Dalam masalah berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berhias. Seorang muslim atau muslimah dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan.
Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, akan menjadi jalan untuk mendapatkan barokah dan pahala dari al-Kholik. Namun sebaliknya apabila seseorang dalam berhias (berdandan) mengabaikan norma Islam maka segala hal yang dilakukan dalam berdandan, akan menjadi pendorong untuk melakukan kemaksiatan kemungkaran bahkan menjadi sarana memasuki perangkap syaithon yang menyesatkan.bam

enjadiarana memasuki perangkap syaithon yang menyesatkan.
1.2.1.      Apa pengertian tabarruj?
1.2.2.      Bagaimana hukum tabarruj?
1.2.3.      Bagaimana bentuk-bentuk tabarruj?
1.2.4.      Bagaimana ancaman keras dan keburukan tabarruj?
1.2.5.      Bagaiman berhias yang diperbolehkan di dalam Islam?
1.3.1.      Untuk mendeskripsikan pengertian tabarruj.
1.3.2.      Untuk mendeskripsikan hukum tabarruj.
1.3.3.      Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tabarruj.
1.3.4.      Untuk mendeskripsikan ancaman keras dan keburukan tabarruj
1.3.5.      Untuk mendeskripsikan berhias yang diperbolehkan di dalam Islam.










BAB II

PEMBAHASAN

secara terminologis ajaran Islam, tabarruj adalah menampakkan perhiasan, aurat dan keindahan tubuhnya selain kepada suaminya. Imam Bukhari mendefinisikan tabarruj dengan memperlihatkan kecantikan atau keindahan diri seorang wanita.[1]
Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan kemolekan yang justru seharusnya ditutupi karena dapat mengundang syahwat laki-laki. Arti tabarruj meliputi pengertian berjalan melenggak-lenggok di hadapan para laki-laki, seperti mempertontonkan rambut, leher, serta perhiasan seperti kalung, permata, dan sejenisnya.[2]
Menurut Syeikh al-Maududi, kata tabarruj bila dikaitkan dengan seorang wanita, memiliki tiga pengertian, yaitu: Menampakkan keelokan wajah dan bagian-bagian tubuh yang membangkitkan birahi di hadapan kaum laki-laki yang bukan muhrimnya, Memamerkan pakaian dan perhiasan yang indah di hadapan kaum laki-laki yang bukan muhrimnya, Memamerkan diri dan jalan berlenggak-lenggok di hadapan kaum laki-laki yang bukan muhrim.[3]
Ada juga yang mengartikan tabarruj adalah kesukaan wanita memperlihatkan keindahan dan hiasannya kepada orang yang tidak halal melihatnya.[4] Imam asy-Syaukani berkata: “at-Tabarruj adalah dengan seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang (seharusnya) wajib untuk ditutupinya, yang ini dapat memancing syahwat (hasrat) laki-laki”.[5]
Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian tabarruj adalah keluarnya wanita yang telah berhias dari rumahnya yang dengan sengaja memperlihatkan kecantikan wajah dan tubuhnya dengan genit serta melenggak-lenggokkan jalannya sehingga terlihat perhiasan yang ada padanya di hadapan orang lain baik dengan maksud menarik perhatian, merangsang nafsu syahwat laki-laki yang dilewatinya ataupun pujian dari orang.
Menampakkan aurat bisa merupakan salah satu bentuk tabarruj. Tapi, pengertian tabarruj bukanlah menggumbar aurat, melainkan mempertontonkan kecantikan dan perhiasan wanita untuk menarik simpati kaum laki-laki. Maka, tindakan tabarruj bisa dilakukan oleh seorang wanita yang telah menutup aurat, dan mengenakan jilbab serta khimar yang tidak menggambarkan warna kulit dan bentuk tubuh. Tabarruj itu bisa terjadi jika wanita mengenakan jilbab atau khimar yang sedemikian indah dengan berbagai pernak-pernik sehingga menggoda pandangan, atau merias muka dengan begitu mencolok dengan memakai parfum yang semerbak sehingga tercium oleh siapa saja yang dia lewati, atau dengan mengenakan perhiasan yang menarik perhatian, atau dengan tindakan yang semisalnya, semua itu adalah tindakan tabarruj.
Hendaklah wanita muslimah mengetahui bahwa tabarruj merupakan ciri kebodohan dan keterbelakangan. Jika wanita berhias dimaksudkan untuk orang selain suaminya, maka Allah akan membakarnya dengan api neraka, karena berhias untuk selain suami termasuk tabarruj dan dapat mengundang nafsu birahi orang laki-laki. Jika seorang wanita melakukan hal ini berarti dia telah berbuat kerusakan dan berkhianat kepada suaminya.[6]
Allah berfirman dalam An Nuur ayat 60:
Artinya: “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) bertabarruj dengan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”. Allah berfirman dalam Al-Ahzab ayat 33.
Artinya: “Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”.
Ayat yang pertama mengandung larangan bagi wanita yang sudah tua untuk bertabarruj. Kata Mutabarrijaatun yang disebut dalam ayat tersebut adalah bentuk jama’ dari mutabarrijah,  yaitu bentuk mu’annats dari matabarrijun yang merupakan ismu faa’il (pelaku/subjek) dari kata kerja tabarroja (bertabarruj). Maka, arti dari mutabarrijaatun adalah para wanita yang bertabarruj. Hanya saja, dalam konteks ini, isim fa’il tersebut diamalkan sebagai fi’il, maka diartikan dengan bertabarruj. Ayat yang kedua juga terdapat larangan untuk bertabarruj bagi para istri Nabi shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh wanita muslimah, sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah sebelum datangnya islam.
Terdapat juga hadits yang melarang tabarruj. Abdullah bin ‘Amr mengisahkan, “Umaimah bintu Ruqoiqoh mendatangi Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam untuk berbaiat kepadanya dalam rangka masuk islam, maka (nabi) berkata: Aku membaiatmu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anakmu, tidak membuat-buat kedustaan yang kamu kerjakan dengan kedua tangan dan kakimu, tidak meratap, dan tidak bertabarruj seperti dilakukan wanita-wanita jahiliyyah dahulu”. (HR. Ahmad).
Perbuatan wanita yang tabarruj mulai dari zaman jahiliyah dahulu sampai zaman jahiliyah modern ini tidak ada bedanya atau sama. Bahkan perhiasan dan tingkah laku jahiliyah yang pertama lebih baik, karena mereka masih memperhatikan dan mengenal malu, dan tertutup jika dibandingkan dengan perhiasan dan tingkah laku jahiliyah modern. Jahiliyah abad ke-20, di sini dapat disebutkan. Hal-hal yang termasuk dalam golongan perbuatan tabarruj, seperti:
2.3.1. perhiasan yang dipakai dengan maksud menimbulkan kehebohan dan menyombongkan diri dan mencari perhatian orang lain.
Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata: sabda Rasulullah SAW: Barang siapa memakai pakaian yang membikin heboh di dunia, maka Allah akan memberi pakaian yang menghinakan kelak di akhirat. Hadis di atas berbicara soal pakaian yang dipakai dengan tujuan menarik perhatian orang agar memandang pakaian yang berwarna mencolok itu, atau yang jahitannya dibikin sedemikian rupa supaya menarik. Bagi wanita Islam pakaian seperti itu haram dipakai.[7]
2.3.2. Minyak wangi yang menyengat hidung, dipakai dihadapan selain muhrimnya.
Sabda Rasulullah SAW: Dari Musa bin Ysar ia berkata: pernah ada seorang perempuan lewat di hadapan Abu Hurairah, sedang baunya semerbak, lalu Abu Hurairah bertanya kepadanya: hendak ke mana hamba (Allah) Dzat yang maha gagah? Ia menjawab: ke mesjid, Abu Hurairah berkata: kembalilah dan mandilah karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang perempuan yang ke luar ke masjid dan baunya harum semerbak sehingga ia kembali pulang dulu lalu mencuci (menghilangkan) bau-bauan itu.[8]
Dari hadis di atas dapat diambil petunjuk bahwa orang wanita apabila ke luar dari rumahnya, dilarang memakai bau-bauan, sekalipun ia pergi ke masjid hendak mengerjakan shalat. Bahkan shalatnya tidak akan diterima oleh Allah jika ia masih memakai bau-bauan.  Oleh karena itu, imam al-Haitami menegaskan bahwa keluar rumahnya seorang wanita dengan memakai wangi-wangian dan bersolek, ini termasuk dosa besar meskipun diizinkan oleh suaminya.[9]
2.3.3. membuka aurat di depan yang bukan muhrimnya.
Bahwa orang wanita yang telah berani membuka pakaiannya di tempat yang lain, dari tempat kediamannya atau rumahnya, atau dengan perkataan lain, di tempat yang bukan pada tempatnya, maka berartilah ia telah berani merobek, mengkoyak atau merusak akan tabirnya sendiri yang ada diantaranya dan Allah. Orang wanita yang berlaku sedemikian rupa itu adalah dapat diibaratkan, bahwa ia adalah sudah tidak mempunyai rasa malu kepada Allah dan dengan demikian berarti pula seolah-olah ia sudah tidak takut kepada-Nya.
2.3.4. suara yang sengaja dilemah-lemahkan untuk menarik perhatian orang lain.
Yang dimaksud di atas adalah jangan berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian laki-laki bertindak yang tidak baik. Suara wanita itu sebenarnya bukanlah aurat karena banyak juga hadis maupun ayat-ayat al-Qur‟an yang menegaskannya, tetapi kalau ada seseorang yang dengan suaranya hendak membangkitkan nafsu laki-laki terhadapnya dengan melembutkan dan melemah gemulaikannya, atau memang suaranya lemah gemulai bisa membangkitkan gejolak laki-laki, menyadari itu kemudian wanita itu semakin menjadi-jadi, maka perbuatan seperti itu dilarang.
2.3.5. Wanita yang memakai pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki.
Dari Abu Hurairah beliau berkata: “Rasulullah melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan, dan perempuan yang mengenakan pakaian lakilaki”. Dari Abdullah bin „Abbas beliau berkata: “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. Kedua hadits di atas dengan jelas menunjukkan haramnya wanita yang menyerupai laki-laki, begitu pula sebaliknya, baik dalam berpakaian maupun hal lainnya.[10]
2.3.6. Wanita yang memakai pakaian syuhrah, yaitu pakaian yang modelnya berbeda dengan pakaian wanita pada umumnya, dengan tujuan untuk membanggakan diri dan populer.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat (nanti), kemudian dinyalakan padanya api Neraka”.Kaum wanita yang paling sering terjerumus dalam penyimpangan ini, karena sikap mereka yang selalu ingin terlihat menarik secara berlebihan serta ingin tampil istimewa dan berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, mereka memberikan perhatian sangat besar kepada perhiasan dan dandanan untuk menjadikan indah penampilan mereka.
Dari Abdullah bin „Amr bin al-„Ash Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta‟ala)”. Dalam hadits lain ada tambahan: “Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau (wangi)nya, padahal sungguh wanginya dapat dicium dari jarak sekian dan sekian”.
Ancaman dan keburukan tabarruj lainnya yang disebutkan dalam dalildalil yang shahih adalah sebagai berikut :
2.4.1. Tabarruj adalah sunnah Jahiliyah sebagaimana dalam firman Allah: kalian janganlah dan kalian rumah-rumah di menetap) Nabi istriistri wahai (kalian hendaklah Dan “وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُّنَ وَلَا تَبَرَجّْنَ تَبَرُجَ الْجَاهِلِيَةِ الْأُولَى bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu...” (al-Ahzab:33).
2.4.2. Tabarruj digandengakan dengan syirik, zina, mencuri dan dosa-dosa besar lainnya, sehingga Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam menjadikan salah satu syarat untuk membai‟at para wanita muslimah dengan meninggalkan tabarruj.
Dari Abdullah bin „Amr bin al-„Ash Radhiyallahu anhu, beliau berkata: Umaimah bintu Ruqaiqah datang menemui Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam untuk membai‟at beliau Shallallahu „alaihi wa sallam atas agama Islam. Maka Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Aku membai‟at kamu atas (dasar) kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anakanakmu, tidak berbuat dusta yang kamu ada-adakan antara kedua tangan dan kakimu, tidak meratapi mayat, dan tidak melakukan tabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu”.
2.4.3. Ancaman keras dengan kebinasan bagi wanita yang melakukan tabarruj.                            Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan manusia yang jangan kamu tanyakan tentang mereka (karena mereka akan ditimpa kebinasaan besar): orang yang meninggalkan jamaah (kaum muslimin) dan memberontak kepada imamnya (penguasa/pemerintah) lalu dia mati dalam keadaan itu, budak wanita atau laki-laki yang lari (dari majikannya) lalu dia mati (dalam keadaan itu), dan seorang wanita yang (ketika) suaminya tidak berada di rumah (dalam keadaan) telah dicukupkan keperluan dunianya (hidupnya), lalu dia melakukan tabarruj setelah itu, maka jangan tanyakan tentang mereka ini”. [11]
2.4.4. Imam adz-Dzahabi menjadikan perbuatan tabarruj yang dilakukan oleh banyak wanita termasuk sebab yang menjadikan mayoritas mereka termasuk penghuni Neraka.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh menjelaskan secara khusus keburukan-keburukan perbuatan tabarruj berdasarkan dalil-dali dalam alQur‟an dan sunnah Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam, di antaranya sebagai berikut:
a.    Tabarruj adalah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu „alaihi wa sallam, sebagaimana dalil-dalil yang telah kami sebutkan.
b.    Tabarruj akan membawa laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam: “Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta‟ala)”.
c.    Tabarruj termasuk sifat wanita penghuni Nereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam: “Ada dua golongan termasuk penghuni Neraka yang aku belum melihat mereka: (pertama) orang-orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi, (digunakan) untuk memukul/menyiksa manusia, (kedua) Wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang…”.
d.   Tabarruj adalah kesuraman dan kegelapan pada hari kiamat. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh di sini berdalil dengan sebuah hadits yang lemah tapi maknanya benar.
e.    Tabarruj adalah perbuatan fahisyah (keji). Karena wanita adalah aurat, maka menampakkan aurat termasuk perbuatan keji dan dimurkai oleh Allah, Syaithanlah yang menyuruh manusia melakukan perbuatan keji.
f.     Tabarruj adalah sunnah dari Iblis. Karena dia berusaha keras untuk membuka aurat dan menyingkap hijab mereka, maka tabarruj merupakan target utama (tipu daya) Iblis.
g.    Tabarruj adalah metode penyesatan orang-orang Yahudi. Karena mereka mempunyai peranan besar dalam upaya merusak kehidupan manusia melalui cara memperlihatkan fitnah dan kecantikan wanita, dan mereka sangat berpengalaman dalam bidang ini. Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Takutlah kalian kepada (fitnah) dunia, dan takutlah kepada (fitnah) wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama yang melanda Bani Israil adalah tentang wanita”

Berhias, satu kata ini biasanya amatlah identik dengan wanita. Bagaimana tidak, wanita identik dengan kata cantik. Guna mendapatkan predikat cantik inilah, seorang wanita pun berhias. Namun Islam telah mengajarkan pada  kita bagaimana cara berhias yang syar’i bagi seorang wanita. Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak sepenuhnya melarang seorang wanita untuk berhias, justru ia mengajarkan cara berhiasyang baik tanpa harus merugikan, apalagi merendahkan martabat wanita itu sendiri. Allah berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya, “hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesunggunya Allah tidak menyukai  orang-orang yang berlebih-lebihan”(Qs. Al-A’raaf, 7:31)
Dari ayat diatas, tampaklah bahwa kebolehan untuk berhias ada pada laki-laki dan wanita. Namun ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu yang digunakan untuk berhias antara kedua kaum tersebut.

2.5.1. Berhias yang tidak menghabiskan banyak waktu

Apapun yang berlebihan itu dilarang dalam Islam, seperti makan berlebihan, berbicara berlebihan, belanja berlebihan, cinta kepada manusia secara berlebihan dan lain sebagainya. Karena sesuatu yang berlebihan itu sama saja pemborosan, sedangkan sifat boros itu seperti saudaranya syetan sebagaimana dalam firman Allah:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya, Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’: 27).
2.5.2. Tidak merubah ciptaan Allah.
Seperti mencukur atau mencabut bulu alis, mengikir gigi, operasi agar wajah tirus, hidung mancung dan lain sebagainya. Memakai celak diperbolehkan tetapi tidak harus merubah apa yang sudah Allah berikan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Allah melaknat wanita yang mentato dan meminta ditato, yang mencabut bulu alis dan meminta dicabut, yang merenggangkan gigi dan memperindahnya, serta wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah“.
2.5.3. Tidak memperlihatkan lekuk dan bentuk tubuh.
Berhias dengan balutan taqwa, tidak memperlihatkan lekuk tubuh, tidak berpakaian tipis, terawang, ketat dan seksi kecuali dihadapan suami.
2.5.4. Tidak sengaja untuk menarik perhatian lawan jenis
Meskipun syar’i dan berdandan dengan semestinya, namun sengaja untuk menggoda atau menarik perhatian lawan jenisnya, maka hukumnya haram. Jadi, berhiaslah karena menjaga kebersihan, menyejukkan, agar tidak kusam, keindahan dan bukan untuk mencari-cari pujian banyak orang.
2.5.5. Tidak berdandan menyerupai pria
Wanita muslimah dilarang menggunakan dandanan yang menyerupai kaum pria. Seperti mencukur rambut seperti pria, berpakaian seperti pria, bergaya yang mengikuti gaya pria dan lain sebagainya. Selama dandanannya tidak menyerupai pria, maka diperbolehkan dengan syarat lainnya.
2.5.6. Untuk menyenangkan hati suami
Berhias sangat dianjurkan untuk menyenangkan hati suami, namun tidak untuk diperlihatkan kepada orang lain. Boleh terlihat oleh orang lain asalkan pantas, sopan dan tidak menimbulkan fitnah.
2.5.7. Alat-alat yang digunakan untuk berhias bebas dari barang-barang najis.
Alat yang digunakan untuk berdandan sebaiknya diperhatikan, jangan sampai alat yang digunakan dapat menghalangi air untuk mensucikan tubuh atau kulit. Seperti menggunakan pelembab atau parfum yang banyak kandungan alkoholnya, atau barang yang digunakan terdapat komposisi barang-barang najis.
2.5.8. Tidak mengikuti dandanan wanita kafir
Miris sekali ketika melihat kalangan remaja muslimah yang masih mengidolakan wanita-wanita kafir yang kemudian mengikuti khas atau gayanya baik dalam berbusana maupun berhias dan berprilaku. Muslimah yang cerdas tentu tidak akan mengikuti atau menyerupai mode wanita kafir. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka“. (HR. Ahmad dan Abu Daud)


Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan kemolekan yang justru seharusnya ditutupi karena dapat mengundang syahwat laki-laki. Arti tabarruj meliputi pengertian berjalan melenggak-lenggok di hadapan para laki-laki, seperti mempertontonkan rambut, leher, serta perhiasan seperti kalung, permata, dan sejenisnya.
Pada surah an-nur ditujukan kepada perempuan yang sudah menopause, maka dapat dipahami jika wanita-wanita tua yang telah mengalami menopause  saja dilarang melakukan tabarruj, lebih-lebih bagi wanita-wanita muda dan masih punya keinginan menikah. Permasalahan hukum tabarruj adalah berbeda dengan hukum menutup aurat dan hukum wanita mengenakan hijab. Walaupun seorang wanita telah berbusana muslimah dan menutup aurat, namun tidak menutup kemungkinan ia masih melakukan tabarruj.
Wanita muslimah hendaknya mengetahui bahwa tabarruj merupakan ciri kebodohan dan keterbelakangan. Jika wanita berhias dimaksudkan untuk orang selain suaminya, maka Allah akan membakarnya dengan api neraka, karena berhias untuk selain suami termasuk tabarruj dan dapat mengundang nafsu birahi orang laki-laki. Jika seorang wanita melakukan hal ini berarti dia telah berbuat kerusakan dan berkhianat kepada suaminya.

Al Albaniy, Muhammad Nashiruddiin, Jilbab Wanita Muslimah (terj kitab Jilbaabul Mar’atil Muslimati fii Al-kitaabi was Sunnati)
Al-Albani, Al-Imam asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin. 2000.  Jilbaabul Mar-atil Muslimah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Al Ashfahaniy, Al Husain bin Muhammad (Ar Raghib), Al Mufradaat fii Ghoriibil Qur’aan
An Nabahaaniy, Taqiyuddiin, Muqoddimatud Dustur awil Asbaabul Maujibatu lahu
Ath Thobari, Muhammad bin Jariir (Abu Ja’far), Jaami’ul Bayaan ‘an Ta’wiil Aay Al Qur’aan (Tafsir Ath Thobari)
Ash-Shidqy, Hasbi. 1994. Tafsir an-Nur. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Qashir, Fada Abdur Razak. 2004.  Wanita Muslimah.  Yogyakarta: Darussalam Offset.
Manan, Imron Mu‟amal Haidy A.  1990. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam ashShabuni. Surabaya: Bina Ilmu.
Masyhuri, Kahar. 1985. Membina Moral Dan Akhlaq. Semarang: VC. asy-Syifa.
Rahimahullah, Muhammad bin Ali asy –Syaukani. 2007.  Fathul Qadir.  Jakarta: Pustaka Azam.
Umar, Anshori . 1986. Fiqih Wanita.  Semarang: VC. Asy-Syifa.
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 1996.  Al-Jami’ Fi Fiqhi an-Nisa’, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah.
Uyun, Muhammad Walid dan Fitratul. 2011. Etika Berpakaian Bagi Perempuan. Malang: UIN-Maliki Press.





[1] Hasbi ash-Shidqy, Tafsir an-Nur, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h.26.
[2] Fada Abdur Razak al-Qashir, Wanita Muslimah, (Yogyakarta: Darussalam Offset, 2004), h.173.
[3] Muhammad Walid dan Fitratul Uyun, Etika Berpakaian Bagi Perempuan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), h.79.
[4] Kahar Masyhuri, Membina Moral Dan Akhlaq, (Semarang: VC. asy-Syifa‟, 1985) , h.434.
[5] Muhammad bin Ali asy –Syaukani Rahimahullah, Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007) , h. 395.
[6] Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, al-Jami’ Fi Fiqhi an-Nisa’, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1996), h. 668.
[7] Anshori Umar, Fiqih Wanita, (Semarang: VC. Asy-Syifa‟, 1986), h. 136.
[8] Imron Mu‟amal Haidy A. Manan, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam ashShabuni, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), h.13.
[9] al-Imam asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Jilbaabul Mar-atil Muslimah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 139.
[10] al-Albani, Jilbaabul Mar-atil Muslima, h.146-147
[11] al-Albani, Jilbaabul Mar-atil Muslimah, h.119.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Agama dan Kebudayaan

Permainan Simulasi dalam Bimbingan Konseling